BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ubi kayu atau ketela pohon (Manihot Esculenta Grant) adalah salah
satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik
sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Hal ini disebabkan karena tanaman
ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain,
diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap
penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat
dijadikan lumbung hidup. Selain itu, daun dan umbi ubi kayu dapat diolah
menjadi aneka makanan, baik makanan utama maupun selingan.
Ubi kayu segar memiliki nilai ekonomi
yang sangat rendah pada saat panen raya, karena itu perlu suatu upaya
meningkatkan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan mengolah
menjadi beranekaragam produk.
Alternatif pengolahan umbi ubi kayu
yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah pengolahan umbi ubi kayu menjadi
tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu (kasava) adalah tepung yang dihasilkan dari
penghancuran (penepungan) umbi ubi kayu yang telah dikeringkan. Dan dapat
diolah menjadi berbagai bentuk produk akhir juga sebagai substitusi terigu
serta dapat digunakan menjadi salah satu komoditi ekspor maupun bahan baku
industri.
Tepung kasava di Indonesia sebagian
besar dimanfaatkan sebagai bahan pencampur (substitusi) untuk industri pangan,
terutama industri mie. Dengan kandungan serat yang tinggi menyebabkan
keterbatasan aplikasi tepung kasava tersebut. Perbaikan tepung kasava melalui
perbaikan proses produksi dilakukan untuk memperbaiki struktur komponen serat
yang ada di dalam ubi kayu dan menurunkan kandungan HCN pada tepung. Penambahan
enzim selulolitik diharapkan akan meningkatkan daya cerna tepung, kandungan
oligosakarida yang berfungsi sebagai bahan pangan probiotik, namun tidak
merubah atau mempengaruhi struktur dari komponen patinya. Hasil penelitian
telah membuktikan bahwa bakteri isolate local yang dimiliki mempunyai
keunggulan karena memiliki kemampuan selulolitik, serta berpotensi xilanolitik
atau hemiselulolitik.
Keripik
singkong merupakan makanan kudapan/cemilan yang paling populer, terutama bila
ditinjau dari penyebarannya, dimana keripik singkong ditemukan di hampir semua
kabupaten Selain keripik, produk olahan
ubikayu lainnya yang populer adalah opak, getuk, lanting, slondok, alen-alen,
rengginang, emping, dan lain-lain.
Keripik,
emping singkong dan slondok sekarang tersedia dalam aneka rasa seperti rasa
keju, manis, asin, pedas, manis pedas, rasa udang dan sebagainya. Beberapa jenis produk olahan lain yang
ditemukan di beberapa kabupaten di Jawa adalah gatot, sawut, klenyem, kolak,
pais, sermiyer, aneka kue, ampyang, walangan, dan gredi. Di Sumatera, ubi kayu umumnya diolah
menyerupai hasil olahan di Jawa, meskipun keragamannya tidak sebanyak di Jawa.
Di wilayah ini, selain direbus atau digoreng,
ubikayu diolah menjadi keripik, tape, kebuto (Kabupaten Luwuk Banggai), kepuso,
kambuse (Kabupaten Kendari) dan aneka kue.
Konsumsi makanan pokok merupakan
proporsi terbesar dalam susunan hidangan di Indonesia, karena dianggap
terpenting di antara jenis makanan lain. Suatu hidangan bila tidak mengandung
bahan makanan pokok dianggap tidak lengkap oleh masyarakat
(Sediaoetama, 1999). Makanan pokok seringkali mendapat penghargaan
lebih tinggi oleh masyarakat dibanding lauk-pauk. Orang merasa puas asalkan
bahan makanan pokok tersedia lebih besar dibanding jenis makanan lain (Soedarmo
dan Sediaoetama, 1985).
Teknologi tepung merupakan salah satu
proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama
disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi),
dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba
praktis (Balit Pascapanen Pertanian, 2002).
Ubikayu mempunyai
potensi baik untuk dikembangkan menjadi bahan pangan pokok selain beras (Suprapti, 2005), Ubikayu umum dikonsumsi dalam bentuk ubi
rebus, tiwul (gaplek) maupun sebagai campuran beras (dalam bentuk oyek).
Penggunaan ubikayu sebagai campuran beras (oyek) ditemukan di sebagian Jawa,
Sumatera dan Kalimantan. Menurut Suryana
et al. (1990), untuk konsumsi langsung ubikayu sudah menjadi komoditas
inferior. Ubikayu dimanfaatkan untuk substitusi beras terutama di kalangan
penduduk miskin di musim paceklik di mana harga beras relatif tinggi.
Mikroorganisme
selulolitik memainkan peranan penting dalam biosfir dengan mendaur-ulang
selulosa. Mikroorganisme jenis ini juga penting dalam beberapa proses
fermentasi dalam industri, terutama dalam penghancuran limbah selulosa secara
anaerob, sehingga menghasilkan lignoselulosa dengan persentase tinggi.
Mikroorganisme
selulolitik umumnya ialah bakteri dan cendawan, walaupun kadang-kadang beberapa
protozoa anaerobik juga mampu mendegradasi selulosa. Cendawan diketahui paling
baik dalam mendegradasi selulosa, tetapi bakteri menjadi pilihan utama. Hal ini
dikarenakan, ukuran molekul enzim selulase yang dihasilkan cendawan terlalu
besar untuk dapat berdifusi ke dalam jaringan tumbuhan yang mengandung
selulosa. Enzim selulase bakteri lebih stabil pada perlakuan panas, tingkat
pertumbuhannya cepat, memiliki variabilitas genetik yang luas, dan lebih mudah
untuk direkayasa secara genetik dibandingkan dengan cendawan.
Aplikasi selulase
untuk bioteknologi pada saat ini mulai menunjukkan kemajuan. Enzim selulase di
antaranya biasa digunakan dalam bioteknologi pulp dan kertas, dalam
mengekstraksi jus buah, dan mempersiapkan ekstrak biji kopi dan vanilla bagi
konsumsi manusia. Granula pati mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida
merupakan sumber karbohidrat yang terbarukan untuk produksi tepung.
1.2.
Tujuan
1.
Untuk pemanfaatannya lebih luas dalam industri dan meningkatkan
nilai tambah ubi kayu.
2.
Untuk mengetahui jenis – jenis produk olahan dari Ubi Kayu yang
memiliki nilai jual tinggi
3.
Untuk mengetahui permasalahan atau kendala dalam pengembangan
agribisnis Ubi Kayu.
4.
Untuk Mengetahui Sub Sistem yang berperan dalam agribisnis Ubi
Kayu.
5.
Untuk mengetahui resiko dalam agribisnis Ubi Kayu.
6.
Untuk mengetahui teknologi yang berperan dalam pengembangan
agribisnis Ubi Kayu.
7.
Untuk mengetahui lembaga – lembaga pemasaran yang terkait dalam
proses pemasaran Ubi Kayu.
8.
Untuk melihat kelayakan usaha agribisnis ubi.
9.
Produksi dan pendapatan pada usaha tani ubi kayu
10.
Kondisi pemasaran ubi kayu
11.
Kondisi antara hubungan sub-sistem agribisnis ubi
12.
Mendeskripsikan kontribusi energi dan pola makan makanan pokok rumah tangga.
1.3.
Manfaat
Di beberapa daerah tertentu, ubi
merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi merupakan komoditi
pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran
rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang
kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang
sepanjang tahun Ubi dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk
olahan.
1. Agar bisa membuka usaha agribisnis Ubi Kayu sesuai dengan
prospek yang ada.
2. Agar bisa meningkatkan nilai tambah dari Ubi Kayu.
3. Agar pengusaha agribisnis Ubi Kayu bisa mengatasi
permasalahan dalam usaha agribisnis Ubi Kayu.
4. Agar dalam agribisnis Ubi Kayu, pengusaha bisa
menggunakan teknologi yang modern dan bisa memasarkan produk sesuai dengan
lembaga –lembaga yang berperan.
Beberapa peluang penganeka-ragaman
jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat berikut ini:
a.
Daun: sayuran, pakan ternak
b.
Batang: bahan tanam,Pakan ternak
c.
Kulit ubi: pakan ternak
d.
Ubi segar: bahan makanan
e.
Tepung: makanan
f.
Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Pentingnya Pengamatan Aspek Produksi dan
Konsumsi
2.1.1. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Produksi
Dalam peta
produksi ubi dunia, indonesia merupakan negara produsen ubi ke tiga di dunia
setelah RRC dan Vietnam (Woolfe, 1992
dalam Van de Fliert, e. Al., 2000). Produksi ubi di Indonesia tersebar
diseluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi utama adalah provinsi Jawa
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Bali, NTT dan Papua (BPS, 2008).
Potensi pengembangan komoditas ubi masih bisa ditingkatkan dari sisi
ketesediaan lahan maupun produktivitas. Dalam hal ini ini ubi dibudidayakan
pada lahan sawah, kering atau tegalan, dataran tinggi ataupun dataran
pengembangan teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahannya (Rahayuningsih, et al. 2000; Rahayunigsih,
et al. 1999).
Walaupun dalam budidaya tanaman ubi
kayu ini pada umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan pola tumpang sari,
dimana jagung, kacang kedelai ataukacang-kacangan lainnya dmal. Ubi kayu
merupakan tanaman yang relatif lebih mudah ditanam dan tahan kekeringan
dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, sehingga apabila tujuannya untuk
memaksimalkan produksi ubi kayu, kesulitan mendapatkan waktu tanam yang cocok
untuk semua komoditi dalam pola tumpang sari dapat dihindarkan.
Masyarakat pada umumnya sudah mengenal ubi. Ubi merupakan salah satu komoditas pertanian jenis
umbi-umbian yang cukup menguntungkan di Indonesia baik sebagai sumber pangan
maupun sumber pakan. Karena tanaman ubi kayu mempunyai keunggulan dibandingkan
dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang
subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak
diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup.
a.
Kesesuaian Lahan
Ubi kayu merupakan tanaman yang mudah
ditanam, dapat tumbuh di berbagai lingkungan agroklimat tropis, walaupun
tentunya tingkat produksinya akan bervariasi menurut tingkat kesuburan dan
ketersediaan air tanah. Ubi kayu merupakan tanaman yang tahan di lahan kering,
sedangkan pada lahan-lahan dengan tingkat kesuburan tinggi, akan menyerap unsur
hara yang banyak.
Produksi yang optimal akan dapat
dicapai apabila tanaman mendapat sinar matahari yang cukup, berada pada ketinggian sampai
dengan 800 m dpi, tanah gembur, dan curah hujan di antara 750 - 2.500 mm/tahun
dengan bulan kering sekitar 6 bulan.
Hampir tidak ada kontribusinya terhadap
struktur dan kandungan unsur hara tanah, karena akar/umbi tanaman dicabut.
Dengan demikian kelestarian perkebunan ubi kayu memerlukan upaya khusus untuk
menjaga kelestarian lahan dengan memberikan kembali unsur hara tanah berupa
pupuk organik di samping pupuk buatan. Sisa tanaman sebaiknya dicacah untuk
dimasukkan kembali ke dalam tanah.
Mengingat nilai produksl dan kemudahan
di dalam budidayanya, pola usaha ubi kayu sering tidak menghasilkan pendapatan
yang berarti bagi petani, apalagi jika ditan bukan merupakan usaha pokok. Bagi
petani yang tidak memiliki modal usaha yang cukup, dengan hanya bermodalkan
tenaga untuk mengolah tanah, petani sudah dapat menanam ubi kayu karena
bibitnya mudah didapat dan murah. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa
tanaman ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan
persyaratan tanah tertentu.
b.
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah ini bertujuan untuk membuat tanah menjadi gembur
sehingga pertumbuhan akar dan umbbi berkembang dengan baik. Waktu pengolahan
tanah sebaiknya tidak dilakukan pada saat tanah dalam keadaan basah atau becek
sehingga struktur tanah tidak rusak. Pada tanah ringan atau gembur, pengolahan
tanah ini dilakukan dengan cara mencangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm,
lalu setelah itu diratakan dan ditanami bibit. Sedangkan pada tanah becek atau
berair, tanah dicangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu dibuat
bedenganbedengan atau guludan yang berguna sebagai saluran drainase lalu
kemudian dapat ditanam.
Secara garis
besar persiapan lahan untuk tanaman ubi kayu dilakukan sebagai berikut:
〆 Pembabatan tanaman perdu dan semak-semak
serta rumput-rumputan/alangalang dan gulma lainnya. Hal ini dikerjakan terutama
pada lahan yang baru dibuka, sedangkan pada lahan yang sudah biasa ditanami
dengan palawija, tanah dapat langsung dicangkul/dibajak.
〆 Pengumpulan dan penyisihan batang tebangan,
sedangkan bekas rerumputan dicacah dan dimasukkan kedalam tanah.
〆
Pembajakan/pencangkulan atau
pentraktoran pertama
〆 Pembajakan/pencangkulan atau pentraktoran
kedua dan penggemburan
〆 Pembuatan saluran pemasukan dan saluran
pembuangan
〆 Pembuatan guludan.
c.
Bibit dan Penanaman
Penanaman bibit dapat dilakukan setelah tanah disiapkan. Waktu
yang baik untuk menanam bibit ubi kayu adalah pada saat musin hujan. Hal ini
dikarenakan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu
umur 4-5 bulan, selanjutnya kebutuhan air relatif sedikit. Cara menanam ubi
kayu dianjurkan bibit tegak lurus atau minimal membentuk sudut 60 derajat
dengan tanah dan kedalamannya 10-15 cm. Jarak tanam ubi kayu secara monokulture
adalah 100 x 100 x 60, atau 100 x 40.
Setelah lahan diolah dengan sempurna, bibit
berupa stek batang dengan panjang kurang lebih 30 cm, ditanam dengan jarak
tanam sekitar 100 x 80 cm, sehingga populasi tanaman untuk luasan 1 Ha mencapai
sekitar 12.500 tanaman. Waktu penanaman dilakukan pada saat kelembaban tanah
dalam keadaan mencapai kapasitas lapang, yaitu biasanya pada saat musim hujan,
karena selama masa fase pertumbuhan tersebut ubi kayu memerlukan air yang
cukup.
Tabel 5. Sifat Beberapa Varitas Ubi Kayu.
Varietas
|
Umur (Bulan)
|
Rata-rata Hasil (Ton/ha) Basah
|
Tinggi Batang (m)
|
Kadar Tepung (%)
|
Warna Daging Umbi
|
Rasa
|
Adira 1
Adira 2
Adira 4
Malang 1
Malang 2
Darul Hidayah
|
7 - 10
8 - 12
10,5 - 11,5
9 - 10
8 - 10
8 - 12
|
22
22
35
36.5
31.5
102
|
1 - 2
2 - 3
1.5 - 2.0
1.5 - 3.0
1. 5 - 3.0
3.65
|
45
41
20
34
34
28
|
Kuning
Putih
Putih
Putih Kekuningan
Kuning Muda
Putih
|
Enak
Agak Pahit
Agak Pahit
Enak
Enak
Kenyal spt ketan
|
d.
Pemupukan
Untuk mendapatkan
potensi hasil yang tinggi pemupukan dengan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk
kompos dan pupuk hijau) dan pupuk anorganik (urea, TSP, dan KCL) perlu
dilakukan. Pupuk organik sebaiknya diberikan pada saat pengolahan tanah dengan
tujuan untuk memperbaiki struktur tanah. Sedangkan pupuk anorganik yang
diberikan tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Pada umumnya dosis yang dianjurkan
untuk digunakan pada tanaman ubi kayu adalah : urea sebanyak 60-120 kg/ha, TSP
sebanyak 30 kg P205/ha, dan KCL sebanyak 50 kg K20/ha. Cara pemberian pupuk
yang benar dibagi dalam dua waktu, pertama pada saat tanam (pupuk dasar)
sebanyak 1/3 bagian urea dan KCL serta seluruh dosis TSP, kedua pada saat
tanaman ubi kayu berumur 3-4 bulan yaitu 2/3 bagian urea dan KCL.
e.
Pemeliharaan
tanaman
Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
tinggi dengan kriteria tanaman yang baik, sehat dan seragam. Pemeliharaan ubi
kayu meliputi :
a) Penyulaman
Penyulaman dilakukan
apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh sangat merana. Waktu penyulaman
paling lambat 5 minggu setelah tanam
b) Penyiangan dan
pembubunan
Penyiangan
dilakukan bila sudah tampak timbul gulma (tanaman pengganggu). Penyiangan kedua
dilakukan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan sekaligus dengan melakukan
pembumbunan. Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga
ubi kayu dapat tumbuh dengan sempurna, serta dapat memperkokoh tanaman agar
tidak rebah.
c) Pembuangan tunas
Pembuangan tunas dilakukan pada saat tanaman berumur 1-1,5 bulan. Ini dilakukan bila dalam satu tanaman tumbuh dua
tunas.
Pengairan, mengingat ubi kayu ditanam
di lahan kering, pada umumnya pengairan hanya mengandalkan dari curah hujan,
hanya kadang-kadang apabila setelah terjadi hujan yang cukup deras, perlu
memperhatikan drainasinya.
Kegiatan pemeliharaan yang lain yaitu
pengendalian hama dan penyakit, namun sampai dengan saat ini khusus pada
tanaman ubi kayu belum terjadi adanya serangan hama dan penyakit yang serius,
sehingga dapat dikatakan tidak diperlukan pemberantasan hama dan penyakit.
f.
Panen dan Pasca panen
Jika dalam mencabut tersebut dirasakan
susah, maka sebelumnya tanah disekitar batang ubi kayu sebagian terlebih dahulu
digali dengan cangkul, baru setelah itu batang dicabut sampai umbinya terangkat
semuanya. Kalau masih ada
umbi yang tertinggal, karena patah/putus pada waktu pencabutan, maka sisa umbi
tadi diambil dengan digali dengan cangkul. Cara lain yaitu dengan menggunakan
tali/tambang yang dililitkan pada batang, lalu diungkit.
Umbi yang telah dicabut, lalu dipotong
dari batangnya dengan parang/golok, serta bagian tanah yang menempel dibuang
akhirnya umbi tersebut ditumpuk disatukan dengan umbi lainnya, dan siap
diangkut ke tempat penyimpanan atau langsung dipasarkan. Umur ubi kayu yang
cocok dipanen berkisar antara 10 - 14 bulan setelah tanam. Kurang dari 10 bulan
rendemen kadar patinya rendah, begitu juga bila lebih dari 14 bulan akan
mengayu dan juga kadar patinya menurun pula. Hasil rata-rata per ha, dengan
asumsi tiap batang menghasilkan antara 2,5 - 4,0 kg, maka akan diperoleh hasil
bersih antara 30 ton - 40 ton per ha umbi basah.
2.1.2. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Konsumsi
Berdasarkan sifat ubi kayu digolongkan dalam dua golongan
yaitu golongan pahit dan manis. Namun pada umumnya yang dikonsumsi adalah
varietas yang manis sedangkan yang pahit di gunakan untuk tujuan industri.
Konsumsi ubi kayu terus bertambah seiring dengan peranan ubi
sebagai sumber pangan, pakan dan bahan bakar. Pemanfaatan komoditi pertanian
termasuk ubi kayu sebagai bahan bakar nabati baru diresmikan dengan adanya
peraturan Presiden No.5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang baru
b erlangsung beberapa tahun, maka data mengenai konsumsi ubi kayu untuk bahan
bakar ini belum tersedia. Perpres inipun dirasa belum dilakukan secara optimal
karena masih terlihat sendiri-sendiri dalam pengembangan ubi kayu menjadi bio
ethanol untuk meningkkatkan penghasilannya.
Untuk mencermati keterkaitan sisi konsumsi, tingkat konsumsi
diukur dalam satuan kg/kapita/tahun dan Kkal/kapita/hari.sedangkan tingakt
partisipasi konsumsi ubi dipetakan dalam ukuran : 1. Proporsi rumah
tangga/individu yang mengkonsumsi terhadap total rumah tangga/individu wilayah
tertentu; 2. Proporsi energi yang bersumber dari konsumsi ubi; 3. Konsumsi ubi
terhadap pola konsumsi pangan dirumah tangga.
Berikut penjelasan konsumsi terhadap ubi kayu :
1. Konsumsi Untuk Pangan
Pengkonsumsian ubi kayu sebagai pangan alternatif cukup
penting dalam penganekkaragaman pangan karena ketersediaannya yang cukup banyak
dan mudah dibudidayakan pada lahan subur, kurang subur bahkan lahan marjinal
sekalipun. Sebagai sumber pangan, ubi kayu dapat dikonsumsi langsung mmaupun
diolah menjadi tapioka, makanan ringan serta bahan baku mie, roti, kue basah,
tiwul, gaplek dan lain-lain.
Walau pernah terjadi penurunan konsumsi ubi kayu untuk pangan
yang sangat drastis taitu tahun 1977 hingga puncaknya pada tahun 1980. bila
dibandingkan dengan tahun 1976, konsumsi ubi kayu untuk thaun 1980 turun
sebesar 33,8% atau 2.171.00 ton. Ini dikarenakan produksi mengalami penurunan.
2. Konsumsi Untuk Pakan
Konsumsi Ubi kayu sebagai pakan selain umbinya, kulit ubi
kayu pun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian kulit dapat diolah
langsung menjadi pakan ternak, sedangkan bagian umbi yang dapat digunakan
sebagai pakan ternak berupa onggok dan pallet yang merupakan hasil olahan ubi
kayu menjadi gaplek.
3. Konsumsi bahan bakar
Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk dengan
semua aktivitasnya akan berdamapak pada peningkatan kebutuhan energi di semua
sektor pengguna energi, baik industri, rumah tangga, transportasi dan
komersial. Konsumsi energi final pada tahun 1990 yaitu sebesa 221,33 juta SBM
(Setara Minyak Barel) meningkat 6,3 persen/tahun menjadi 489,01 juta SBM pada
tahun 2003 dimana konsumsi Bahan Bakar Minyak merupakan konsumsi energi
terbesar. Sebagian besar konsumsi BBm, itu digunakan untuk transportasi
(Sugiyono, 2005).
Mengingat bahwa energi khususnya minyak adalah sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui maka sumber daya tersebut akan habis padahal kebutuhan energi
tersebut terus meningkat, oleh karna itu, masyarakat dan pemerintah harus
mencari solusi energi subtitusi yang dapat menggantikan serta mencukupi kebutuhan
energi tersebut.
Diindonesia teradapat tanaman yang dapat dijadikan bahan
bakar baku nabati diantaranya adalah kelapa sawit, jarak pagar dan kedelai
sebagai bahan baku bio diesel dan ubi
kayu, ubi jalar, jagung, tetes serta sagu sebagai bahan baku bioethanol. Dan ubi kayu adalah salah
satu tanaman yang potensial untuk dijadikan salah satu subtitusi sehingga
permintan konsumsi terhadap ubi akan naik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ubi kayu
sebagai bahan baku bioethanol
merupakan kebangkitan ketiga tanaman ubi kayu setel;ah ubi kayu dapat
dimanfaatkan menjadi gaplek sebgai sumber bahan pangan alternatif dan kedua ubi
kayu dapat diolah menjadi tapioka yang merupakan salah satu komoditi ekspor.