Rabu, 22 Mei 2013

Prospek agribisnis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Ubi kayu atau ketela pohon (Manihot Esculenta Grant) adalah salah satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Hal ini disebabkan karena tanaman ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup. Selain itu, daun dan umbi ubi kayu dapat diolah menjadi aneka makanan, baik makanan utama maupun selingan.
Ubi kayu segar memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah pada saat panen raya, karena itu perlu suatu upaya meningkatkan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan mengolah menjadi beranekaragam produk.
Alternatif pengolahan umbi ubi kayu yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah pengolahan umbi ubi kayu menjadi tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu (kasava) adalah tepung yang dihasilkan dari penghancuran (penepungan) umbi ubi kayu yang telah dikeringkan. Dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk produk akhir juga sebagai substitusi terigu serta dapat digunakan menjadi salah satu komoditi ekspor maupun bahan baku industri.
Tepung kasava di Indonesia sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan pencampur (substitusi) untuk industri pangan, terutama industri mie. Dengan kandungan serat yang tinggi menyebabkan keterbatasan aplikasi tepung kasava tersebut. Perbaikan tepung kasava melalui perbaikan proses produksi dilakukan untuk memperbaiki struktur komponen serat yang ada di dalam ubi kayu dan menurunkan kandungan HCN pada tepung. Penambahan enzim selulolitik diharapkan akan meningkatkan daya cerna tepung, kandungan oligosakarida yang berfungsi sebagai bahan pangan probiotik, namun tidak merubah atau mempengaruhi struktur dari komponen patinya. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa bakteri isolate local yang dimiliki mempunyai keunggulan karena memiliki kemampuan selulolitik, serta berpotensi xilanolitik atau hemiselulolitik.
Keripik singkong merupakan makanan kudapan/cemilan yang paling populer, terutama bila ditinjau dari penyebarannya, dimana keripik singkong ditemukan di hampir semua kabupaten  Selain keripik, produk olahan ubikayu lainnya yang populer adalah opak, getuk, lanting, slondok, alen-alen, rengginang, emping, dan lain-lain.
Keripik, emping singkong dan slondok sekarang tersedia dalam aneka rasa seperti rasa keju, manis, asin, pedas, manis pedas, rasa udang dan sebagainya.  Beberapa jenis produk olahan lain yang ditemukan di beberapa kabupaten di Jawa adalah gatot, sawut, klenyem, kolak, pais, sermiyer, aneka kue, ampyang, walangan, dan gredi.  Di Sumatera, ubi kayu umumnya diolah menyerupai hasil olahan di Jawa, meskipun keragamannya tidak sebanyak di Jawa.
Di wilayah ini, selain direbus atau digoreng, ubikayu diolah menjadi keripik, tape, kebuto (Kabupaten Luwuk Banggai), kepuso, kambuse (Kabupaten Kendari) dan aneka kue.
Konsumsi makanan pokok merupakan proporsi terbesar dalam susunan hidangan di Indonesia, karena dianggap terpenting di antara jenis makanan lain. Suatu hidangan bila tidak mengandung bahan makanan pokok dianggap tidak lengkap oleh masyarakat
(Sediaoetama, 1999). Makanan pokok seringkali mendapat penghargaan lebih tinggi oleh masyarakat dibanding lauk-pauk. Orang merasa puas asalkan bahan makanan pokok tersedia lebih besar dibanding jenis makanan lain (Soedarmo dan Sediaoetama, 1985).
Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Balit Pascapanen Pertanian, 2002).
Ubikayu mempunyai potensi baik untuk dikembangkan menjadi bahan pangan pokok  selain beras (Suprapti, 2005),  Ubikayu umum dikonsumsi dalam bentuk ubi rebus, tiwul (gaplek) maupun sebagai campuran beras (dalam bentuk oyek). Penggunaan ubikayu sebagai campuran beras (oyek) ditemukan di sebagian Jawa, Sumatera dan Kalimantan.  Menurut Suryana et al. (1990), untuk konsumsi langsung ubikayu sudah menjadi komoditas inferior. Ubikayu dimanfaatkan untuk substitusi beras terutama di kalangan penduduk miskin di musim paceklik di mana harga beras relatif tinggi.
Mikroorganisme selulolitik memainkan peranan penting dalam biosfir dengan mendaur-ulang selulosa. Mikroorganisme jenis ini juga penting dalam beberapa proses fermentasi dalam industri, terutama dalam penghancuran limbah selulosa secara anaerob, sehingga menghasilkan lignoselulosa dengan persentase tinggi.
Mikroorganisme selulolitik umumnya ialah bakteri dan cendawan, walaupun kadang-kadang beberapa protozoa anaerobik juga mampu mendegradasi selulosa. Cendawan diketahui paling baik dalam mendegradasi selulosa, tetapi bakteri menjadi pilihan utama. Hal ini dikarenakan, ukuran molekul enzim selulase yang dihasilkan cendawan terlalu besar untuk dapat berdifusi ke dalam jaringan tumbuhan yang mengandung selulosa. Enzim selulase bakteri lebih stabil pada perlakuan panas, tingkat pertumbuhannya cepat, memiliki variabilitas genetik yang luas, dan lebih mudah untuk direkayasa secara genetik dibandingkan dengan cendawan.
Aplikasi selulase untuk bioteknologi pada saat ini mulai menunjukkan kemajuan. Enzim selulase di antaranya biasa digunakan dalam bioteknologi pulp dan kertas, dalam mengekstraksi jus buah, dan mempersiapkan ekstrak biji kopi dan vanilla bagi konsumsi manusia. Granula pati mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida merupakan sumber karbohidrat yang terbarukan untuk produksi tepung.

1.2.            Tujuan

1.       Untuk pemanfaatannya lebih luas dalam industri dan meningkatkan nilai tambah ubi kayu.
2.       Untuk mengetahui jenis – jenis produk olahan dari Ubi Kayu yang memiliki nilai jual tinggi
3.       Untuk mengetahui permasalahan atau kendala dalam pengembangan agribisnis Ubi Kayu.
4.       Untuk Mengetahui Sub Sistem yang berperan dalam agribisnis Ubi Kayu.
5.       Untuk mengetahui resiko dalam agribisnis Ubi Kayu.
6.       Untuk mengetahui teknologi yang berperan dalam pengembangan agribisnis Ubi Kayu.
7.       Untuk mengetahui lembaga – lembaga pemasaran yang terkait dalam proses pemasaran Ubi Kayu.
8.       Untuk melihat kelayakan usaha agribisnis ubi.
9.       Produksi dan pendapatan pada usaha tani ubi kayu
10.   Kondisi pemasaran ubi kayu
11.   Kondisi antara hubungan sub-sistem agribisnis ubi
12.   Mendeskripsikan kontribusi energi dan pola makan makanan pokok rumah tangga.

1.3.            Manfaat
Di beberapa daerah tertentu, ubi merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun Ubi dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan.
1.    Agar bisa membuka usaha agribisnis Ubi Kayu sesuai dengan prospek yang ada.
2.    Agar bisa meningkatkan nilai tambah dari Ubi Kayu.
3.    Agar pengusaha agribisnis Ubi Kayu bisa mengatasi permasalahan dalam usaha agribisnis Ubi Kayu.
4.    Agar dalam agribisnis Ubi Kayu, pengusaha bisa menggunakan teknologi yang modern dan bisa memasarkan produk sesuai dengan lembaga –lembaga yang berperan.

Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat berikut ini:

a.       Daun: sayuran, pakan ternak
b.       Batang: bahan tanam,Pakan ternak
c.       Kulit ubi: pakan ternak
d.       Ubi segar: bahan makanan
e.       Tepung: makanan
f.        Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Pentingnya Pengamatan Aspek Produksi dan Konsumsi
2.1.1. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Produksi
Dalam peta produksi ubi dunia, indonesia merupakan negara produsen ubi ke tiga di dunia setelah RRC dan Vietnam (Woolfe, 1992 dalam Van de Fliert, e. Al., 2000). Produksi ubi di Indonesia tersebar diseluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi utama adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Bali, NTT dan Papua (BPS, 2008). Potensi pengembangan komoditas ubi masih bisa ditingkatkan dari sisi ketesediaan lahan maupun produktivitas. Dalam hal ini ini ubi dibudidayakan pada lahan sawah, kering atau tegalan, dataran tinggi ataupun dataran pengembangan teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahannya (Rahayuningsih, et al. 2000; Rahayunigsih, et al. 1999).
Walaupun dalam budidaya tanaman ubi kayu ini pada umumnya dapat dilakukan dengan menggunakan pola tumpang sari, dimana jagung, kacang kedelai ataukacang-kacangan lainnya dmal. Ubi kayu merupakan tanaman yang relatif lebih mudah ditanam dan tahan kekeringan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, sehingga apabila tujuannya untuk memaksimalkan produksi ubi kayu, kesulitan mendapatkan waktu tanam yang cocok untuk semua komoditi dalam pola tumpang sari dapat dihindarkan.
Masyarakat pada umumnya sudah mengenal ubi. Ubi merupakan  salah satu komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang cukup menguntungkan di Indonesia baik sebagai sumber pangan maupun sumber pakan. Karena tanaman ubi kayu mempunyai keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, diantaranya dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, masa panennya yang tidak diburu waktu sehingga dapat dijadikan lumbung hidup.

a.       Kesesuaian Lahan
Ubi kayu merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh di berbagai lingkungan agroklimat tropis, walaupun tentunya tingkat produksinya akan bervariasi menurut tingkat kesuburan dan ketersediaan air tanah. Ubi kayu merupakan tanaman yang tahan di lahan kering, sedangkan pada lahan-lahan dengan tingkat kesuburan tinggi, akan menyerap unsur hara yang banyak.
Produksi yang optimal akan dapat dicapai apabila tanaman mendapat sinar matahari yang cukup, berada pada ketinggian sampai dengan 800 m dpi, tanah gembur, dan curah hujan di antara 750 - 2.500 mm/tahun dengan bulan kering sekitar 6 bulan.
Hampir tidak ada kontribusinya terhadap struktur dan kandungan unsur hara tanah, karena akar/umbi tanaman dicabut. Dengan demikian kelestarian perkebunan ubi kayu memerlukan upaya khusus untuk menjaga kelestarian lahan dengan memberikan kembali unsur hara tanah berupa pupuk organik di samping pupuk buatan. Sisa tanaman sebaiknya dicacah untuk dimasukkan kembali ke dalam tanah.
Mengingat nilai produksl dan kemudahan di dalam budidayanya, pola usaha ubi kayu sering tidak menghasilkan pendapatan yang berarti bagi petani, apalagi jika ditan bukan merupakan usaha pokok. Bagi petani yang tidak memiliki modal usaha yang cukup, dengan hanya bermodalkan tenaga untuk mengolah tanah, petani sudah dapat menanam ubi kayu karena bibitnya mudah didapat dan murah. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tanaman ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tidak memerlukan persyaratan tanah tertentu.

b.      Pengolahan tanah
Pengolahan tanah ini bertujuan untuk membuat tanah menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar dan umbbi berkembang dengan baik. Waktu pengolahan tanah sebaiknya tidak dilakukan pada saat tanah dalam keadaan basah atau becek sehingga struktur tanah tidak rusak. Pada tanah ringan atau gembur, pengolahan tanah ini dilakukan dengan cara mencangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu setelah itu diratakan dan ditanami bibit. Sedangkan pada tanah becek atau berair, tanah dicangkul 1-2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, lalu dibuat bedenganbedengan atau guludan yang berguna sebagai saluran drainase lalu kemudian dapat ditanam.
Secara garis besar persiapan lahan untuk tanaman ubi kayu dilakukan sebagai berikut:
〆  Pembabatan tanaman perdu dan semak-semak serta rumput-rumputan/alangalang dan gulma lainnya. Hal ini dikerjakan terutama pada lahan yang baru dibuka, sedangkan pada lahan yang sudah biasa ditanami dengan palawija, tanah dapat langsung dicangkul/dibajak.
〆  Pengumpulan dan penyisihan batang tebangan, sedangkan bekas rerumputan dicacah dan dimasukkan kedalam tanah.
〆  Pembajakan/pencangkulan atau pentraktoran pertama
〆  Pembajakan/pencangkulan atau pentraktoran kedua dan penggemburan
〆  Pembuatan saluran pemasukan dan saluran pembuangan
〆  Pembuatan guludan.



c.       Bibit dan Penanaman
Penanaman bibit dapat dilakukan setelah tanah disiapkan. Waktu yang baik untuk menanam bibit ubi kayu adalah pada saat musin hujan. Hal ini dikarenakan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu umur 4-5 bulan, selanjutnya kebutuhan air relatif sedikit. Cara menanam ubi kayu dianjurkan bibit tegak lurus atau minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan kedalamannya 10-15 cm. Jarak tanam ubi kayu secara monokulture adalah 100 x 100 x 60, atau 100 x 40.
Setelah lahan diolah dengan sempurna, bibit berupa stek batang dengan panjang kurang lebih 30 cm, ditanam dengan jarak tanam sekitar 100 x 80 cm, sehingga populasi tanaman untuk luasan 1 Ha mencapai sekitar 12.500 tanaman. Waktu penanaman dilakukan pada saat kelembaban tanah dalam keadaan mencapai kapasitas lapang, yaitu biasanya pada saat musim hujan, karena selama masa fase pertumbuhan tersebut ubi kayu memerlukan air yang cukup.

Tabel 5. Sifat Beberapa Varitas Ubi Kayu.
Varietas
Umur (Bulan)
Rata-rata Hasil (Ton/ha) Basah
Tinggi Batang (m)
Kadar Tepung (%)
Warna Daging Umbi
Rasa
Adira 1
Adira 2
Adira 4
Malang 1
Malang 2
Darul Hidayah
7 - 10
8 - 12
10,5 - 11,5
9 - 10
8 - 10
8 - 12
22
22
35
36.5
31.5
102
1 - 2
2 - 3
1.5 - 2.0
1.5 - 3.0
1. 5 - 3.0
3.65
45
41
20
34
34
28
Kuning
Putih
Putih
Putih Kekuningan
Kuning Muda
Putih
Enak
Agak Pahit
Agak Pahit
Enak
Enak
Kenyal spt ketan
Sumber : J. Wargiono. Ahli Peneliti Utama pada Puslitbang Tanaman Pangan
d.      Pemupukan
Untuk mendapatkan potensi hasil yang tinggi pemupukan dengan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk hijau) dan pupuk anorganik (urea, TSP, dan KCL) perlu dilakukan. Pupuk organik sebaiknya diberikan pada saat pengolahan tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah. Sedangkan pupuk anorganik yang diberikan tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Pada umumnya dosis yang dianjurkan untuk digunakan pada tanaman ubi kayu adalah : urea sebanyak 60-120 kg/ha, TSP sebanyak 30 kg P205/ha, dan KCL sebanyak 50 kg K20/ha. Cara pemberian pupuk yang benar dibagi dalam dua waktu, pertama pada saat tanam (pupuk dasar) sebanyak 1/3 bagian urea dan KCL serta seluruh dosis TSP, kedua pada saat tanaman ubi kayu berumur 3-4 bulan yaitu 2/3 bagian urea dan KCL.

e.      Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi dengan kriteria tanaman yang baik, sehat dan seragam. Pemeliharaan ubi kayu meliputi :
a)      Penyulaman
Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati atau tumbuh sangat merana. Waktu penyulaman paling lambat 5 minggu setelah tanam
b)     Penyiangan dan pembubunan
Penyiangan dilakukan bila sudah tampak timbul gulma (tanaman pengganggu). Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan sekaligus dengan melakukan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga ubi kayu dapat tumbuh dengan sempurna, serta dapat memperkokoh tanaman agar tidak rebah.
c)      Pembuangan tunas
Pembuangan tunas dilakukan pada saat tanaman berumur 1-1,5 bulan. Ini dilakukan bila dalam satu tanaman tumbuh dua tunas.

Pengairan, mengingat ubi kayu ditanam di lahan kering, pada umumnya pengairan hanya mengandalkan dari curah hujan, hanya kadang-kadang apabila setelah terjadi hujan yang cukup deras, perlu memperhatikan drainasinya.
Kegiatan pemeliharaan yang lain yaitu pengendalian hama dan penyakit, namun sampai dengan saat ini khusus pada tanaman ubi kayu belum terjadi adanya serangan hama dan penyakit yang serius, sehingga dapat dikatakan tidak diperlukan pemberantasan hama dan penyakit.

f.        Panen dan Pasca panen
Jika dalam mencabut tersebut dirasakan susah, maka sebelumnya tanah disekitar batang ubi kayu sebagian terlebih dahulu digali dengan cangkul, baru setelah itu batang dicabut sampai umbinya terangkat semuanya. Kalau masih ada umbi yang tertinggal, karena patah/putus pada waktu pencabutan, maka sisa umbi tadi diambil dengan digali dengan cangkul. Cara lain yaitu dengan menggunakan tali/tambang yang dililitkan pada batang, lalu diungkit.
Umbi yang telah dicabut, lalu dipotong dari batangnya dengan parang/golok, serta bagian tanah yang menempel dibuang akhirnya umbi tersebut ditumpuk disatukan dengan umbi lainnya, dan siap diangkut ke tempat penyimpanan atau langsung dipasarkan. Umur ubi kayu yang cocok dipanen berkisar antara 10 - 14 bulan setelah tanam. Kurang dari 10 bulan rendemen kadar patinya rendah, begitu juga bila lebih dari 14 bulan akan mengayu dan juga kadar patinya menurun pula. Hasil rata-rata per ha, dengan asumsi tiap batang menghasilkan antara 2,5 - 4,0 kg, maka akan diperoleh hasil bersih antara 30 ton - 40 ton per ha umbi basah.

2.1.2. Pentingnya Pengamatan Dari Aspek Konsumsi
Berdasarkan sifat ubi kayu digolongkan dalam dua golongan yaitu golongan pahit dan manis. Namun pada umumnya yang dikonsumsi adalah varietas yang manis sedangkan yang pahit di gunakan untuk tujuan  industri.
Konsumsi ubi kayu terus bertambah seiring dengan peranan ubi sebagai sumber pangan, pakan dan bahan bakar. Pemanfaatan komoditi pertanian termasuk ubi kayu sebagai bahan bakar nabati baru diresmikan dengan adanya peraturan Presiden No.5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang baru b erlangsung beberapa tahun, maka data mengenai konsumsi ubi kayu untuk bahan bakar ini belum tersedia. Perpres inipun dirasa belum dilakukan secara optimal karena masih terlihat sendiri-sendiri dalam pengembangan ubi kayu menjadi bio ethanol untuk meningkkatkan penghasilannya.
Untuk mencermati keterkaitan sisi konsumsi, tingkat konsumsi diukur dalam satuan kg/kapita/tahun dan Kkal/kapita/hari.sedangkan tingakt partisipasi konsumsi ubi dipetakan dalam ukuran : 1. Proporsi rumah tangga/individu yang mengkonsumsi terhadap total rumah tangga/individu wilayah tertentu; 2. Proporsi energi yang bersumber dari konsumsi ubi; 3. Konsumsi ubi terhadap pola konsumsi pangan dirumah tangga.

Berikut penjelasan konsumsi terhadap ubi kayu :
1.       Konsumsi Untuk Pangan
Pengkonsumsian ubi kayu sebagai pangan alternatif cukup penting dalam penganekkaragaman pangan karena ketersediaannya yang cukup banyak dan mudah dibudidayakan pada lahan subur, kurang subur bahkan lahan marjinal sekalipun. Sebagai sumber pangan, ubi kayu dapat dikonsumsi langsung mmaupun diolah menjadi tapioka, makanan ringan serta bahan baku mie, roti, kue basah, tiwul, gaplek dan lain-lain.
Walau pernah terjadi penurunan konsumsi ubi kayu untuk pangan yang sangat drastis taitu tahun 1977 hingga puncaknya pada tahun 1980. bila dibandingkan dengan tahun 1976, konsumsi ubi kayu untuk thaun 1980 turun sebesar 33,8% atau 2.171.00 ton. Ini dikarenakan produksi mengalami penurunan.

2.       Konsumsi Untuk Pakan
Konsumsi Ubi kayu sebagai pakan selain umbinya, kulit ubi kayu pun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian kulit dapat diolah langsung menjadi pakan ternak, sedangkan bagian umbi yang dapat digunakan sebagai pakan ternak berupa onggok dan pallet yang merupakan hasil olahan ubi kayu menjadi gaplek.
3.       Konsumsi bahan bakar
Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk dengan semua aktivitasnya akan berdamapak pada peningkatan kebutuhan energi di semua sektor pengguna energi, baik industri, rumah tangga, transportasi dan komersial. Konsumsi energi final pada tahun 1990 yaitu sebesa 221,33 juta SBM (Setara Minyak Barel) meningkat 6,3 persen/tahun menjadi 489,01 juta SBM pada tahun 2003 dimana konsumsi Bahan Bakar Minyak merupakan konsumsi energi terbesar. Sebagian besar konsumsi BBm, itu digunakan untuk transportasi (Sugiyono, 2005).
Mengingat bahwa energi khususnya minyak  adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui maka sumber daya tersebut akan habis padahal kebutuhan energi tersebut terus meningkat, oleh karna itu, masyarakat dan pemerintah harus mencari solusi energi subtitusi yang dapat menggantikan serta mencukupi kebutuhan energi tersebut.
Diindonesia teradapat tanaman yang dapat dijadikan bahan bakar baku nabati diantaranya adalah kelapa sawit, jarak pagar dan kedelai sebagai bahan baku bio diesel dan ubi kayu, ubi jalar, jagung, tetes serta sagu sebagai bahan baku bioethanol. Dan ubi kayu adalah salah satu tanaman yang potensial untuk dijadikan salah satu subtitusi sehingga permintan konsumsi terhadap ubi akan naik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ubi kayu sebagai bahan baku bioethanol merupakan kebangkitan ketiga tanaman ubi kayu setel;ah ubi kayu dapat dimanfaatkan menjadi gaplek sebgai sumber bahan pangan alternatif dan kedua ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka yang merupakan salah satu komoditi ekspor.